Diajukan untuk memenuhi salah satu tugas Mata Kuliah Keperawatan keluarga
DisusunOleh:
Kelompok 5
Popi Meilani
Putri Amelia
Rito Anggara
Karim
PROGRAM DIPLOMA 3 KEPERAWATAN
POLTEKES YAPKESBI SUKABUMI
TahunAkademik 2012/2013
TahunAkademik 2012/2013
KATA
PENGATAR
Assalamu’alaikum Wr.
Wb.
Puji dan
syukur kami panjatkan kehadirat Allah
SWT yang telah memberikan rahmat-Nya kepada kami, sehingga kami dapat
menyelesaikan makalah ini, yaitu tentang proses adaptasi keluarga dengan anak
usia sekolah remaja dan dewasa muda
Shalawat
serta salam kami curahkan kepada Nabi Muhammad SAW, kepada keluarganya,
sahabatnya dan kepada kita semua selaku umatnya.
Adapun
tujuan penyusunan makalah ini salah satunya untuk memenuhi tugas Mata Kuliah Keperawatan
Keluarga. Kami ucapkan terima kasih kepada pihak-pihak yang telah membantu
dalam penyususnan makalah ini dan terima
kasih kepada bapak Suprapto sebagai dosen mata kuliah Keperawatan Keluarga yang
selalu sabar membimbing kami.
Sadar akan
keterbatasan dan kemampuan yang kami miliki, maka kami mohon maaf atas segala
kekurangan yang terdapat dalam penyusunan makalah ini. Saran dan kritik kami
harapkan, untuk meningkatkan bobot makalah ini. Kami berharap semoga makalah
ini bermanfaat.
Sukabumi,
25 septrmber 2013
Penyusun
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Dalam ilmu sosial, studi tentang
sosialisasi telah sampai pada penilaian beberapa ilmuwan sosial untuk
mengungkap hakikat keberadaan manusia.Sebuah jawaban yang dilontarkan kepada
mereka-mereka yang mempertanyakan asal-usul dan selukbeluknya.Petanyaan
tersebut telah menantang para ahli ilmu-ilmu sosial dan filsafat selama
bertahun-tahun. Kini terdapat suatu pemahaman umum mengenai sifat dari
keberadaan manusia meskipun beberapa aliran mempunyai cara pendekatan yang berbeda-beda.
Di antara mereka ini lebih banyak mengupas eksistensi manusia dalam konteks
sosial kebudayaannya, dengan mengemukakan tentang teori konsep diri.
Secara objektif, kedirian (self) dapat dikatakan sebagai kesadaran
terhadap diri sendiri dan bagaimana ia memandang orang lain. Ahli yang telah
menyelidiki kedirian itu di antaranya, Charles Horton Cooley, Goerge Herbert
Mead dan Sigmund Freud, meskipun ketiganya memiliki konsep dan teori yang
berbeda sesuai dengan persepsi ilmiah masing-masing namun pada dasarnya ketiga
tokoh tersebut memiliki letak persamaan teoritis (Faisal dan Yasik, 1998)
Oleh sebab itu di sisi lain muncul
juga suatu konsepsi teoritistentang sosialisasi yang dimaknai sebagai proses
penyesuaian diri.Konsep penyesuaian diri ini berasal dari biologi, dan
merupakankonsep dasar yang digunakan Teori Evolusi Darwin.Dalam biologi,istilah
yang digunakan ialah adaptasi.Menurut teori tersebuthanya organisme yang
berhasil menyesuaikan diri terhadaplingkungan fisiknya sajalah yang dapat tetap
hidup.Tingkah laku manusia itu diterangkan sebagai reaksi-reaksiterhadap
tuntutan atau tekanan dari lingkungan eksternalnya.Didaerah yang dingin manusia
harus berpakaian tebal untuk mengatasiiklim.Contoh tersebut menunjukkan bahwa
tingkah lakumanusia itu merupakan penyesuaian diri terhadap
tuntutantuntutanlingkungan fisik.
Namun karena manusia hidup dalam
masyarakat, makatingkah lakunya bukan sekadar penyesuaian diri terhadap
tuntutan-tuntutan fisik lingkungan -nya, melainkan juga merupakanpenyesuaian
diri terhadap tuntutan dan tekanan sosial dari luar.Sehingga konsep adaptasi
yang berasal dari biologi itu dalam ilmuilmusosial (khususnya Psikologi)
mendapat istilah, adjusment.Baik adaptasi maupun adjusment kita
terjemahkan dengan “prosespenyesuaian diri terhadap lingkungan fisik maupun
lingkungansosial”. Proses penyesuaian diri itu merupakan reaksi
terhadaptuntutan-tuntutan untuk dirinya. Tuntutan-tuntutan tersebutdapat
digolongkan menjadi tuntutan internal dan eksternal
B. Rumusan Masalah
Bagaimana
proses adaptasi keluarga dengan anak usia sekolah, remaja dan dewasa muda.
C. Tujuan Penulisan
Agar
mahasiswa lebih mengetahui bagaimana proses adaptasi keluarga dengan anak usia
sekolah, remaja dan dewasa muda.
BAB II
TINJAUAN TEORITIS
A.
Pengertian
keluarga dan pengertian keperawatan keluarga
Keluarga
adalah unit terkecil dari masyarakat yang terdiri atas kepala keluarga dan
beberapa orang yang berkumpul dan tinggal disuatu tempat dibawah satu atap dan
keadaan saling ketergantungan (Departemen Kesehatan, 1988).
Keluarga
adalah dua orang atau lebih yang disatukan oleh ikatan-ikatan kebersamaan,
ikatan emosional dan yang mengidentifikasi diri mereka sebagai bagian dari
keluarga (Marilynn M. Friedman, 1998).
Keluarga
adalah dua orang atau lebih dari dua individu yang tergabung karena hubungan
darah, hubungan perkawinan atau pengangkatan dan mereka hidup dalam satu rumah
tangga, berinteraksi satu sama lain dan didalam perannya masing-masing
menciptakan serta mempertahankan kebudayaan (Salvicion G Balion dan Aracelis
Maglaya, 1989).
Dari
ketiga pengertisn diatas dapat disimpulkan bahwa keluarga adalah dua orang atau
lebih yang dipersatukan oleh ikatan perkawinan, ikatan darah yang tinggal dalam
satu rumah dan saling berinteraksi satu sama lain dalam perannya masing-masing
untuk menciptakan atau mempertahankan suatu budaya.
Keperawatan
keluarga adalah suatu rangkaian kegiatan yang diberikan melalui praktik
keperawatan dengan sasaran keluarga (Suprajitna, 2004).
B. Pengertian Adaptasi
Adaptasi
adalah penyesuaian diri terhadap suatu penilaian.Dalam hal ini respon individu
terhadap suatu perubahan yang ada dilingkungan yang dapat mempengaruhi keutuhan
tubuh baik secara fisiologis maupun psikologis dalam perilaku adaptip. Hasil
dari perilaku ini dapat berupa usaha untuk mempertahankan keseimbangan dari
suatu keadaan agar dapat kembali pada keadaan normal, namun setiap orang akan
berbeda dalam perilaku adaptip ada yang dapat berjalan dengan cepat namun ada
pula yang memerlukan waktu lama tergantung dari kematangan mental orang itu
tersebut.
C.
Dimensi Adaptasi
1.
Adaptasi
fisiologis
Adaptasi fisiologis adalah proses penyesuaian diri secara
alamiah atau secara fisiologis untuk mempertahankan keseimbangan dalam berbagai
faktor yang menimbulkan keadaan menjadi tidak seimbang contoh: masuknya kuman
penyakit ketubuh manusia.
2.
Adaptasi
psikologis
·
Adaptasi
secara psikologis dapat dibagi menjadi dua yaitu:
LAS ( general adaptation syndroma) adalah apabila kejadiannya atau proses adaptasi bersifat lokal contoh: seperti ketika kulit terinfeksi maka akan terjadi disekitar kulit tersebut kemerahan, bengkak, nyeri, panas dll yang sifatnya lokal atau pada daerah sekitar yang terkena.
LAS ( general adaptation syndroma) adalah apabila kejadiannya atau proses adaptasi bersifat lokal contoh: seperti ketika kulit terinfeksi maka akan terjadi disekitar kulit tersebut kemerahan, bengkak, nyeri, panas dll yang sifatnya lokal atau pada daerah sekitar yang terkena.
·
GAS
( general adaptation syndroma) adalah apabila reaksi lokal tidak dapat
diaktifitasi maka dapat menyebabkan gangguan dan secara sistemik tubuh akan
melakukan proses penyesuaian diri seperti panas di seluruh tubuh, berkeringat
dll
Dalam proses adaptasi secara psikologis terhadap dua cara
untuk mempertahankan diri yaitu dengan melakukan koping atau mekanisme
pertahanan diri.
a. Koping
adalah proses yang dilalui oleh individu dalam melakukan
situasi stressfull. Koping merupakan respon induvidu terhadap situasi yang
mengancam dirinya baik fisik baikpun psikologik. Koping efektif menghasilkan adaptasi
yang menetap yang membiasakan kebiasaan baru dan perbaikan dalam situasi yang
lama, sedangkan koping yang tidak efektif berakhir dengan maladaftif yaitu
perilaku yang menyimpang dan dapat merugikan diri sendiri orang lain maupun
diri sendiri.koping ada dua macam yaitu koping psikologis dan psikososial
1)
koping
psikologis
pada
umumnya gejala yang ditimbulkan akibat stress psikologis tergantung pada 2
faktor yaitu:bagaimana persepsi atau penerimaan induvidu terhadaap stressor
artinya seberapa berat ancaman yang dirasakan terhadap induvidu tersebut
terhadap stressor yang di terimanya. Keefektifan starategi koping yang
digunakan oleh induvidu.
2)
Koping
psikososial
Adalah
reaksi psikososial terhadap adanya stimulus stress yang di terima atau dihadapi
oleh klien, menurut stuart dan sundeen (1991) terdapat 2 kategori koping yang
bisa dilakukan untuk mengatasi stress dan kecemasan .
b.
Mekanisme
pertahanan diri
·
Kompensasi
Kelemahan yang ada pada dirinya ditutupi dengan meningkatkan kemapuan dibidang lain yang positif.
Kelemahan yang ada pada dirinya ditutupi dengan meningkatkan kemapuan dibidang lain yang positif.
·
Denial
Perilaku yangh menolak relita yang terjadi pada dirinya atau tidak mau menerima kenyataan
Perilaku yangh menolak relita yang terjadi pada dirinya atau tidak mau menerima kenyataan
·
Displacement
Upaya mengatsi masalah psikologis dengan melakukan pemindahan tingkah laku pada obyek lain
Upaya mengatsi masalah psikologis dengan melakukan pemindahan tingkah laku pada obyek lain
·
Desosiasi
Kehilangan kemampuan mengingat peristiwa yang terjadi pada dirinya
Kehilangan kemampuan mengingat peristiwa yang terjadi pada dirinya
·
Identifikasi
Menyamakan dirinya dengan tokoh idola dengan meniru fikiran, penampilan perilaku atau kesukaanya
Menyamakan dirinya dengan tokoh idola dengan meniru fikiran, penampilan perilaku atau kesukaanya
·
Intelektualisasi
Alasan atau logika yang berlebihan untuk menekan perasaan yang tidak menyenangkan contoh seorang eksekutif mudah yangdi penjara bersama narapidana lain ia tetap mengatakan bahwa ia tidak sama dengan mereka
Alasan atau logika yang berlebihan untuk menekan perasaan yang tidak menyenangkan contoh seorang eksekutif mudah yangdi penjara bersama narapidana lain ia tetap mengatakan bahwa ia tidak sama dengan mereka
·
Interaksi
Perilaku dimana induvidu menyatukan nilai orang lain atau kelompok pada dirinya
Perilaku dimana induvidu menyatukan nilai orang lain atau kelompok pada dirinya
·
Proyeksi
Keinginan yang tidak dapat ditoleransi, mencurahakn emosi pada orang lain karena kesalahan sendiri
Keinginan yang tidak dapat ditoleransi, mencurahakn emosi pada orang lain karena kesalahan sendiri
·
Rasionalisasi
Memberikan alasan yang dapat di terima oleh akal dalam membenarkan kesalahan dirinya
Memberikan alasan yang dapat di terima oleh akal dalam membenarkan kesalahan dirinya
·
Reaksi
formasi
Pembentukan
sikap kesadaran dan pola perilaku yang berlawanan dengan apa yang benar-benar
di lakukjan dan dirasakan atau dilakukan oleh orang lain
·
Regresi
Menghindari stress dengan menampilkan perilaku kembali seperti pada masa anak-anak seperti bermain, tidur meringkuk
Menghindari stress dengan menampilkan perilaku kembali seperti pada masa anak-anak seperti bermain, tidur meringkuk
·
Represi
Menekan perasaan/ pengalaman yang mennyakitkan atau koflik atau ingatan dari kesadaran yang cenderung memperkuat mekanisme ego lainnya
Menekan perasaan/ pengalaman yang mennyakitkan atau koflik atau ingatan dari kesadaran yang cenderung memperkuat mekanisme ego lainnya
·
Spliting
Kegagalan
individu dalam mengintegrasikan dirinya dalam menilai baik-buruk seseorang dengan
tidak kosisten
·
Supresi
Menekan perasaan/ pengalaman yang menyakitkan ke alam taksadar sampai ia melakukan peristiwa yang menyakitkan itu
Menekan perasaan/ pengalaman yang menyakitkan ke alam taksadar sampai ia melakukan peristiwa yang menyakitkan itu
·
Undoing
Bertindak atau berkominasi yang sebagian diingkarinya sebagaimana yang pernah di komunikasikan sebelumya
Bertindak atau berkominasi yang sebagian diingkarinya sebagaimana yang pernah di komunikasikan sebelumya
·
Sublimasi
Penerimaan tujuan pengganti yang di terima secara sosial karena dorongna merupakan saluran normal dari ekspresi yang terhambat
Penerimaan tujuan pengganti yang di terima secara sosial karena dorongna merupakan saluran normal dari ekspresi yang terhambat
D.
Macam – macam adaptasi
1.
Adaptasi
Perkembangan
adalah proses penyesuain yang berhubungan dengan konsep diri
dan menyangkut persepsi diri dengan melibatkan aktifitas mental serta
pengungkapan diri.
Konsep diri ada 5 yaitu:
a.
identitas
diri, berhubungn dengan ciri-ciri diri yang dipersepsikan
b.
ideal
diri adalah hal yang terkait dengan persepsi diri terhadap cita-cita,
keinginan, harapan hidup yang dipersepsikan
c.
peran
diri yaitu persepsi terhadap peran dirinya lingkungan sosial masyarakat
d.
gambaran
diri yaitu hal yang terkait dengan persepsi dirinya
terhadap keseluruhan bentuk pisik (tubuh) yang di persepsikan
terhadap keseluruhan bentuk pisik (tubuh) yang di persepsikan
e.
harga
diri yaitu persepsi terhadap keberadaan nilai dirinya didalam lingkungan social
2.
Adaptasi
Sosial Budaya
adalah cara untuk mengadakan perubahan dengan melakukan
proses penyesuaian perilaku yang sesuai dengan normal yang berlaku di
masyarakat
3.
Adaptasi
Spiritual
adalah proses penyesuaian diri dengan melakukan perubahan
prilaku yang di dasarkan pada keyakinan atau kepercayaan yang dimiliki sesuai
dengan agama yang dianutnya.
E. Tahap-Tahap Proses Adaptasi
1.
Adaptif
Setiap manusia tentu menginginkan agar hidupnya eksis. Untuk
dapat hidup eksis ia harus senantiasa beradaptasi (menyesuaikan diri) dengan
lingkungan. Dengan penyesuaian diri ia akan mengalami perubahan-perubahan
kearah yang lebih maju (modern). Sebagai makhluk hidup, manusia memiliki daya
upaya untuk dapat menyesuaikan diri, baik secara aktif maupun pasif.Seseorang
aktif melakukan penyesuaian diri bila terganggu keseimbangannya, yaitu antara
kebutuhan dan pemenuhan. Untuk itu ia akan merespon dari tidak seimbang menjadi
seimbang. Bentuk ketidakseimbangan yang dapat muncul yaitu: bimbang/ragu,
gelisah, cemas, kecewa, frustasi, pertentangan (conflict), dsb. Penyesuaian
diri seseorang dengan lingkungannya dipengaruhi oleh berbagai faktor antara
lain: jenis kelamin, umur, motivasi, pengalam, serta kemampuan dalam mengatasi
masalah. Dua bentuk ketidakseimbangan yang perlu mendapat perhatian yaitu
Frustasi dan konflik.
a.
Frustasi
Ada
beberapa faktor penyebab frustasi. Pada umumnya frustasi dapat disebabkan karena:
1)
Tertundanya
pencapaian tujuan seseorang untuk sementara, atau untuk waktu yang tidak
menentu.
2)
Sesuatu
yang menghambat apa yang sedang dilakukan.
Faktor
penghambat dapat dibedakan menjadi 2 yaitu faktor interen dan faktor
eksteren.Faktor interen yaitu semua faktor yang berasal dari dalam diri
seseorang, yang dapat berpengaruh positif atau negatif.Contoh faktor interen
yaitu keadaan jasmani dan rohani.Sedangkan faktor eksteren yaitu semua faktor
yang berasal dari luar dirinya, yang dapat berpengaruh positif atau
negatif.Faktor eksteren terbagi lagi menjadi tiga yaitu dari lingkungan keluarga,
sekolah, dan masyarakat.
b.
Konflik
Konflik
(pertentangan) dapat muncul apabila terjadi ketidakseimbangan dalam diri
individu. Salah satu contoh: ‘Seseorang dihadapkan pada beberapa pilihan yang
harus dipilih satu, atau beberapa diantaranya’. Seseorang yang mengalami
konflik dan tidak segera diatasi, dapat menimbulkan gangguan perilaku. Beberapa
contoh lain untuk situasi konflik adalah sebagai berikut.
1)
Approach-approach
: Berhadapan dengan 2 pilihan yang menarik.
2)
Avoidance-avoidance
: Berhadapan dengan 2 pilihan yang tidak diinginkan
3)
Approach-avoidance
: Satu pilihan menyenangkan dan satu pilihan tidak menyenangkan.
4)
Double
approach avoidance conflict : banyak konflik, dan sebagainya
Dalam
menghadapi frustasi dan/atau konflik, seseorang hendaknya memiliki kemampuan
(kecakapan) untuk menganalisis setiap stimulus. Dengan kecakapan yang dimiliki
ia akan dapat menyelesaikan masalahnya. Analisis dapat dilakukan secara bertahap,
mulai dari yang sangat sederhana (ringan) menuju yang kompleks (berat). Dengan
demikian secara bertahap pula akan ditemukan keseimbangan. Hal ini dapat
dilakukan dengan penuh kesabaran. Frustasi dan/atau konflik dapat diseimbangkan
dengan berbagai cara. Trial and error (mencoba dan salah) merupakan salah satu
cara yang dapat membentuk ‘kebiasaan’ dan ‘mekanisme’. Ada bermacam-macam
mekanisme penyesuaian yang dapat dijadikan rambu-rambu sebagai berikut.
a.
Agresi:
yaitu menyerang obyek frustasi untuk mendapatkan kepuasan
b.
Menarik
diri: yaitu menarik atau undur diri dari permasalahan.
c.
Mimpi
siang hari: yaitu untuk mencapai kepuasan dengan berkhayal.
d.
Regresi:
merupakan reaksi terhadap frustasi dan nampak pada anak-anak.
e.
Rasionalisasi:
yaitu pembebasan atas suatu perilaku, bisa disebabkan oleh alasan yang
sebenarnya dari perilaku itu tidak diterima oleh masyarakat. Bentuk
rasionalisasi: Sougrapes, sweet lemon, kambing hitam.
f.
Represi:
situasi yang menimbulkan rasa bersalah ketakutan dsb. Lebih baik dilupakan
g.
Identifikasi:
mendapatkan rasa harga diri dengan menempatkan diri pada tokoh yang dikagumi.
Identifikasi dapat terjadi pada kelompok/lembaga yang bisa menjadi
kebanggaannya, dapat juga di sekolah-sekolah.
h.
Konpensasi:
konpensasi dapat bersifat positif atau negatif.
i.
Reaksi
konversi: karena terjadi konversi ketegangan emosi kesan dari psikologis.
Seseorang yang tidak bisa mengatasi konfliknya mencoba mengatasi dengan sakit
kepala, sakit perut, dll.
2.
Maladaptif
Beberapa petunjuk yang dapat digunakan untuk mendeteksi
adanya maladaptif:
a.
Sensitif
terhadap kritik: Individu tidak bias merespon secara positif terhadap koreksi,
juga tidak dapat mengkritisi diri sendiri.
b.
Tidak
mampu kompetisi: Individu hanya mau berkompetisi dengan kawan yang jelas dapat
dikalahkan.
BAB
III
PEMBAHASAN
A. Adaptasi Pada Usia sekolah
Dunia
yang semakin global dan ekonomi pasar yang penuh dengan persaingan ketat
membuat tenggang rasa dan empati sosial masyarakat semakin rendah.Itu kenapa
seringkali terjadi konflik sosial di masyarakat.Salah satu upaya yang dapat
mencegah meluasnya dan meminimalkan dampak negatif dari globalisasi adalah
mensosialisasikan rasa empati sejak dini.Keluarga adalah struktur sosial
terkecil yang mampu membentengi patologi sosial yang terus menggejala khususnya
masyarakat Indonesia.
Secara
naluriah anak sudah mengembangkan empati sejak bayi.Awalnya empati yang
dimiliki sangat sederhana, yakni empati emosi. Misalnya pada usia 0-1 tahun,
bayi bisa menangis hanya karena mendengar bayi lain menangis, barulah di usia
1-2 tahun, anak menyadari kalau kesusahan temannya bukanlah kesusahan yang
mesti ditanggung sendiri. Walaupun demikian, rasa empati pada anak harus
diasah. Bila dibiarkan rasa empati tersebut sedikit demi sedikit akan terkikis
walau tidak sepenuhnya hilang, tergantung dari lingkungan yang membentuknya.
Banyak
segi positif bila kita mengajarkan anak berempati. Mereka tidak akan agresif
dan senang membantu orang lain. Selain itu empati berhubungan dengan kepedulian
terhadap orang lain, tak heran kalau empati selalu berkonotasi sosial seperti
menyumbang, memberikan sesuatu pada orang yang kurang mampu. Empati berarti
menempatkan diri seolah-olah menjadi seperti orang lain. Mempunyai rasa empati
adalah keharusan seorang manusia, karena di sanalah terletak nilai kemanusiaan
seseorang.Oleh karena itu, setiap orang tua wajib menduplikasikan rasa empati
kepada anak-anaknya. Menurut Ubaydillah (2005) empati adalah kemampuan kita
dalam menyelami perasaan orang lain tanpa harus tenggelam di dalamnya. Empati adalah
kemampuan kita dalam mendengarkan perasaan orang lain tanpa harus larut.
Empati
adalah kemampuan kita dalam meresponi keinginan orang lain yang tak terucap.
Kemampuan ini dipandang sebagai kunci menaikkan intensitas dan kedalaman
hubungan kita dengan orang lain (connecting with). Selain itu Empati merupakan
salah satu kunci keberhasilan dalam melakukan hubungan antar pribadi dengan
coba memahami suatu permasalahan dari sudut pandang atau perasaan lawan bicara.
Melalui empati, individu akan mampu mengembangkan pemahaman yang mendalam
mengenai suatu permasalahan. Memahami orang lain akan mendorong antar individu
saling berbagi. Empati merupakan kunci pengembangan leadership dalam diri
individu.
Setiap anak punya daya adaptasi berbeda-beda terhadap lingkungan
sekitar.Jangan dipaksakan jika tak ingin berbuah stres.Adaptasi atau
penyesuaian diri merupakan salah satu persyaratan penting bagi terciptanya
kesehatan jiwa atau mental individu.
Dalam
ensiklopedi online Kids.Net.Au adaptasi diartikan sebagai proses penyesuaian
diri terhadap sesuatu hal, termasuk kondisi lingkungan. Sementara psikolog asal
Amerika, Davidoff, memaknai adaptasi (adjusment) sebagai suatu proses
untuk mencari titik temu antara kondisi diri sendiri dan tuntutan lingkungan.
Manusia
dituntut untuk menyesuaikan diri dengan lingkungan sosial, kejiwaan, dan
lingkungan alam sekitarnya.Kehidupan itu sendiri secara alamiah juga mendorong
manusia untuk terus-menerus menyesuaikan diri.
Terkait
dengan penyesuaian diri anak, ada anak-anak yang mudah menyesuaikan diri dengan
setiap situasi baru yang dihadapinya.Namun, ada pula yang memerlukan waktu
lebih lama untuk mengenal dan membiasakan diri dengan situasi atau lingkungan
yang baru atau masih asing baginya.
Pada
dasarnya, penyesuaian diri melibatkan individu dengan lingkungannya, baik
lingkungan keluarga, teman sebaya, maupun lingkungan sekolah.Anak-anak memiliki
kepribadian yang berbeda satu dengan lainnya.
Begitu
juga halnya dalam penyesuaian diri dengan lingkungan. Namun yang pasti, cepat
atau lambat, semua anak harus dapat menyesuaikan diri dengan lingkungan yang
akan dijumpainya tiap-tiap hari. Karena itu, anak sangat membutuhkan perhatian
dan pengertian orangtua atau orang-orang terdekatnya untuk bisa memahami
situasi dan kondisi yang sedang dihadapinya.Dengan begitu, dapat mendorongnya
untuk cepat menyesuaikan diri dengan lingkungannya.Cepat dan tidaknya si anak
menyesuaikan diri terkait dengan kematangan kemampuan komunikatif dan
bahasanya.
Anak-anak
yang tidak atau kurang menguasai bahasa biasanya lebih sukar untuk menyesuaikan
diri.Menurut psikolog anak dari Medicare Clinic, Anna Surti Ariani, aspek
temperamen atau karakter kepribadian si anak juga berpengaruh besar terhadap
kemampuan adaptasi.
Ada
anak-anak yang tergolong slow to adapt child (memerlukan waktu lebih
lama untuk mempelajari situasi baru), tapi ada pula yang easy going dan
bisa cepat akrab dengan lingkungan barunya.Anak yang lambat beradaptasi
sebaiknya sering diajak bergaul dan dibimbing orangtuanya tentang bagaimana
cara memulai berinteraksi dengan orang lain. Jika si anak terus dilatih,
lama-kelamaan anak akan menemukan sendiri formula yang terbaik baginya untuk
beradaptasi. Karena itu orangtua berperan penting dalam menciptakan lingkungan
kondusif yang dapat membuat anak berani mencoba sesuatu.
Di
samping rasa tidak nyaman, akibat lainnya yang akan terjadi manakala orangtua
memaksa anak cepat beradaptasi adalah rasa stres. Apalagi anak usia 0-6 tahun
yang umumnya masih harus distimulasi perkembangan emosinya. Lingkup sosialnya
juga masih sangat terbatas sehingga guru dan orangtua menjadi orang terdekat di
luar pengasuhnya.
Penyesuaian
pribadi merupakan kemampuan individu untuk menerima dirinya sendiri sehingga
tercapai hubungan yang harmonis antara dirinya dan lingkungan sekitarnya. Hal
ini membuat anak menyadari sepenuhnya siapa dirinya sebenarnya, apa kelebihan
dan kekurangannya dan mampu bertindak objektif sesuai dengan kondisi dirinya
tersebut.Sementara itu, penyesuaian sosial terjadi dalam lingkup hubungan
sosial tempat individu hidup dan berinteraksi dengan orang lain.
Hubungan-hubungan tersebut mencakup hubungan dengan masyarakat di sekitar
tempat tinggalnya, keluarga, sekolah, teman atau masyarakat luas secara umum.
B. Adaptasi
pada remaja
Sebagai
makhluk sosial yang membutuhkan kehadiran orang lain, dibutuhkan adanya
keselarasan diantara manusia itu sendiri. Agar hubungan interaksi berjalan baik
diharapkan manusia mampu untuk beradaptasi atau menyesuaikan diri terhadap
lingkungan fisik maupun lingkungan sosialnya, sehingga dapat menjadi bagian
dari lingkungan tanpa menimbulkan masalah pada dirinya. Dengan kata lain
berhasil atau tidaknya manusia dalam menyelaraskan diri dengan lingkungannya
sangat tergantung dari kemampuan penyesuaian dirinya.
Penyesuaian dapat didefinisikan sebagai interaksi yang kontinyu antara
diri individu sendiri, dengan orang lain dan dengan dunia luar. Ketiga faktor
ini secara konstan mempengaruhi individu dan hubungan tersebut bersifat timbal
balik (Calhoun dan Acocella,1976). Dari diri sendiri yaitu jumlah keseluruhan
dari apa yang telah ada pada diri individu, tubuh, perilaku dan pemikiran serta
perasaan. Orang lain yaitu orang-orang disekitar individu yang mempunyai
pengaruh besar dalam kehidupan individu. Dunia luar yaitu penglihatan dan
penciuman serta suara yang mengelilingi individu.
Proses penyesuaian diri pada manusia tidaklah mudah. Hal ini karena didalam kehidupannya manusia terus dihadapkan pada pola-pola kehidupan baru dan harapan-harapan sosial baru.Periode penyesuaian diri ini merupakan suatu periode khusus dan sulit dari rentang hidup manusia. Manusia diharapkan mampu memainkan peran-peran sosial baru, mengembangkan sikap-sikap sosial baru dan nilai-nilai baru sesuai dengan tugas-tugas baru yang dihadapi (Hurlock,1980).
Proses penyesuaian diri pada manusia tidaklah mudah. Hal ini karena didalam kehidupannya manusia terus dihadapkan pada pola-pola kehidupan baru dan harapan-harapan sosial baru.Periode penyesuaian diri ini merupakan suatu periode khusus dan sulit dari rentang hidup manusia. Manusia diharapkan mampu memainkan peran-peran sosial baru, mengembangkan sikap-sikap sosial baru dan nilai-nilai baru sesuai dengan tugas-tugas baru yang dihadapi (Hurlock,1980).
Disebutkan
juga oleh Hurlock (1980) bahwa seperti halnya proses penyesuaian diri yang
sulit yang dihadapi manusia secara umum, para remaja juga mengalami proses
penyesuaian diri dimana proses penyesuaian diri pada remaja ini merupakan suatu peralihan dari satu tahap perkembangan
ketahap berikutnya. Dalam periode peralihan ini terdapat keraguan akan peran
yang akan dilakukan, namun pada periode ini juga memberikan waktu kepada remaja
untuk mencoba gaya baru yang berbeda, menentukan pola perilaku, nilai dan sifat
yang paling sesuai dengan dirinya. Dengan kata lain hal ini merupakan proses
pencarian identitas diri yang dilakukan oleh para remaja.
Untuk menjadikan remaja mampu berperan serta dan melaksanakan tugasnya, baik sebagai individu maupun sebagai anggota masyarakat tidaklah mudah, karena masa remaja merupakan masa peralihan dari masa kanak-kanak ke masa dewasa.Pada masa ini dalam diri remaja terjadi pertumbuhan dan perkembangan yang pesat pada fisik, psikis, maupun sosial.Salah satu tugas perkembangan masa remaja yang tersulit adalah yang berhubungan dengan penyesuaian sosial.Remaja harus menyesuaikan diri dengan lawan jenis dalam berhubungan yang belum pernah ada dan harus menyesuaikan dengan orang dewasa diluar lingkungan keluarga.Untuk mencapai tujuan dari pola sosialisasi dewasa, remaja harus banyak penyesuaian baru.
Agar penyesuaian diri yang dilakukan terhadap lingkungan sosial berhasil (well adjusted), maka remaja harus menyelaraskan antara tuntutan yang berasal dari dalam dirinya dengan tuntutan-tuntutan yang diharapkan oleh lingkungannya, sehingga remaja mendapatkan kepuasan dan memiliki kepribadian yang sehat. Misalnya sebagian besar remaja mengetahui bahwa para remaja tersebut memakai model pakaian yang sama denga pakaian anggota kelompok yang populer, maka kesempatan untuk diterima oleh kelompok menjadi lebih besar. Untuk itu remaja harus mengetahui lebih banyak informasi yang tepat tentang diri dan lingkungannya.
Untuk menjadikan remaja mampu berperan serta dan melaksanakan tugasnya, baik sebagai individu maupun sebagai anggota masyarakat tidaklah mudah, karena masa remaja merupakan masa peralihan dari masa kanak-kanak ke masa dewasa.Pada masa ini dalam diri remaja terjadi pertumbuhan dan perkembangan yang pesat pada fisik, psikis, maupun sosial.Salah satu tugas perkembangan masa remaja yang tersulit adalah yang berhubungan dengan penyesuaian sosial.Remaja harus menyesuaikan diri dengan lawan jenis dalam berhubungan yang belum pernah ada dan harus menyesuaikan dengan orang dewasa diluar lingkungan keluarga.Untuk mencapai tujuan dari pola sosialisasi dewasa, remaja harus banyak penyesuaian baru.
Agar penyesuaian diri yang dilakukan terhadap lingkungan sosial berhasil (well adjusted), maka remaja harus menyelaraskan antara tuntutan yang berasal dari dalam dirinya dengan tuntutan-tuntutan yang diharapkan oleh lingkungannya, sehingga remaja mendapatkan kepuasan dan memiliki kepribadian yang sehat. Misalnya sebagian besar remaja mengetahui bahwa para remaja tersebut memakai model pakaian yang sama denga pakaian anggota kelompok yang populer, maka kesempatan untuk diterima oleh kelompok menjadi lebih besar. Untuk itu remaja harus mengetahui lebih banyak informasi yang tepat tentang diri dan lingkungannya.
1.
Penerimaan Sosial Remaja
Setiap
remaja dituntut untuk menguasai ketrampilan-ketrampilan sosial dan kemampuan penyesuaian
diri terhadap lingkungan sekitarnya.Ketrampilan sosial dan kemampuan
penyesuaian diri menjadi semakin penting dan krusial manakala anak sudah
menginjak masa remaja. Hal ini disebabkan karena pada masa remaja individu
sudah memasuki dunia pergaulan yang lebih luas dimana pengaruh teman-teman dan
lingkungan sosial akan sangat menentukan. Ketrampilan-ketrampilan tersebut
biasanya disebut sebagai aspek psikososial.Salah satu aspek dari ketrampilan
sosial adalah penerimaan sosial.
Menurut Hurlock (dalamYusuf, 2002) penerimaan sosial adalah individu dinilai
positif oleh orang lain, mau berpartisipasi aktif dalam kegiatan sosial, dan
memiliki sikap bersahabat dalam berhubungan dengan orang lain. Dengan kata lain
seseorang dapat diterima secara positif oleh lingkungan sekitarnya dan mau
berperan serta dalam kegiatan-kegiatan sosial dalam masyarakat.
2.
Perkembangan Psikologis Remaja
Keadaan
emosi pada masa remaja masih labil karena erat dengan keadaan hormon.Suatu saat
remaja dapat sedih sekali, dilain waktu dapat marah sekali.Emosi remaja lebih
kuat dan lebih menguasai diri sendiri daripada pikiran yang
realistis.Kestabilan emosi remaja dikarenakan tuntutan orang tua dan masyarakat
yang akhirnya mendorong remaja untuk menyesuaikan diri dengan situasi dirinnya
yang baru. Hal tersebut hampir sama dengan yang dikemukakan oleh Hurlock
(1990), yang mengatakan bahwa kecerdasan emosi akan mempengaruhi cara penyesuaian
pribadi dan sosial remaja. Bertambahnya ketegangan emosional yang disebabkan
remaja harus membuat penyesuaian terhadap harapan masyarakat yang berlainan
dengan dirinya.
Menurut
Mappiare (dalam Hurlock, 1990) remaja mulai bersikap kritis dan tidak mau
begitu saja menerima pendapat dan perintah orang lain, remaja menanyakan alasan
mengapa sesuatu perintah dianjurkan atau dilarang, remaja tidak mudah
diyakinkan tanpa jalan pemikiran yang logis. Denganperkembangan
psikologis pada remaja,
terjadi kekuatan mental, peningkatan kemampuan daya fikir, kemampuan mengingat
dan memahami, serta terjadi peningkatan keberanian dalam mengemukakan pendapat.
3. Pentingnya
Kontrol Diri
Keberadaan
hawa nafsu disamping memberikan manfaat bagi kehidupan manusia, juga dapat
melahirkan madlarat (ketidaknyamanan, atau kekacauan dalam kehidupan, baik
personal maupun sosial).Kondisi ini terjadi apabila hawa nafsu tidak
dikendalikan atau dikontrol, karena memang sifat yang melekat pada hawa nafsu
adalah mendorong (memprovokasi) manusia kepada keburukan atau kejahatan (dalam
Psikologi Belajar Agama, 2003).
Menurut
Fachrurozi (dalam Jawa Pos, 2004) kegilaan masyarakat saat ini adalah
personifikasi atas kegilaan yang dialami sebagai implikasi dari modernitas,
bahwa modernitas, disamping melahirkan kemajuan dalam berbagai aspek (teknologi
informasi, ekonomi, politik, sosial, dan budaya), ternyata juga melahirkan
kegilaan atau gangguan kejiwaan.Diharapkan setiap individu mampu mengontrol
diri terhadap setiap perubahan yang terjadi.
Tindakan-tindakan
tidak terkontrol sering dikaitkan dengan remaja, karena seringkali bentuk
perkelahian dilakukan oleh para remaja, sehingga perkelahian antar remaja sudah
menjadi fenomena yang biasa di masyarakat luas terutama di kota-kota besar,
perkelahian ini biasanya dipicu oleh masalah-masalah yang sepele, seperti
bersenggolan di jalan, atau saling pandang yang ditafsirkan sebagai bentuk menantang,
dan biasanya berakhir dengan perkelahian, perkelahian antar remaja pada awalnya
hanya melibatkan dua individu kemudian berkembang menjadi perkelahian antar
kelompok.
Menurut
Lewin (dalam Winarno, 2003) kondisi tersebut dikarenakan dalam kelompok terdapat
sifat interdependen antar anggota dan kondisi seperti itu berpeluang menjadi
konflik SARA, dikarenakan Indonesia terdiri berbagai macam suku, agama, ras,
yang berbeda-beda, sehingga individu akan merasa cemas, tidak aman, dan mudah
tersulut emosi bila kontrol diri individu kurang. Oleh karena itu, kontrol diri
diperlukan untuk mengontrol emosi yamg berasal dari dalam dan luar individu
sebagai bentuk sosialisasi yang wajar.
Menurut
Drever, kontrol diri adalah kontrol atau pengendalian yang dijalankan oleh
individu terhadap perasaan-perasaan, gerakan-gerakan hati, tindakan-tindakan
sendiri, sedangkan Goleman (dalam Sarah, 1998) mengartikan bahwa kontrol diri
sebagai kemampuan untuk menyesuaikan dan mengendalikan dengan pola sesuai
dengan usia. Bander (dalam Sarah, 1998) menyatakan bahwa kontrol diri merupakan
kemampuan individu dalam mengendalikan tindakan yang ditandai dengan kemampuan
dalam merencanakan hidup, maupun frustasi-frustasi dan mampu menahan ledakan
emosi.Masa-masa remaja ditandai dengan emosi yang mudah
meletup atau cenderung untuk tidak dapat mengkontrol dirinya sendiri, akan
tetapi tidak semua remaja mudah tersulut emosinya atau tidak mampu untuk
mengkontrol dirinya, pada remaja tertentu juga sudah matang dalam artian mampu
mengkontrol setiap tindakan yang dilakukannya.
C.
Adaptasi Pada Dewasa Muda ( Dewasa
Awal)
Masa dewasa awal dimulai pada umur 18 tahun sampai
kira-kira umur 40 tahun.Saat perubahan-perubahan fisik dan psikologis yang
menyertai berkurangnya kemampuan reproduktif (Hurlock, 1996).
Masa
dewasa awal
merupakan periode penyesuaian diri terhadap pola-pola kehidupan yang baru dan
harapan-harapan sosial baru.Orang dewasa awal diharapkan memaikan peran baru,
seperti suami/istri, orang tua, dan pencari nafkah, keinginan-keingan baru,
mengembangkan sikap-sikap baru, dan nilai-nilai baru sesuai tugas baru ini
(Hurlock, 1996).
1.
Ciri
– ciri masa dewasa awal
Hurlock (1996), menguraikan secara ringkas ciri-ciri dewasa
yang menonjol dalam masa – masa dewasa awal sebagi berikut :
a.
Masa
dewasa awal merupakan masa pengaturan.
Pada
masa ini individu menerima tanggung jawab sebagai orang dewasa. Yang
berarti seorang pria mulai membentuk bidang pekerjaan yang akan ditangani
sebagai kariernya, dan wanita diharapkan mulai menerima tanggungjawab sebagai
ibu dan pengurus rumah tangga.
b.
Masa
dewasa dini sebagai usia repoduktif
Orang tua
merupakan salah satu peran yang paling penting dalam hidup orang dewasa. Orang
yang kawin berperan sebagai orang tua pada waktu saat ia berusia duapuluhan
atau pada awal tigapuluhan.
c.
Masa
dewasa dini sebagai masa bermasalah
Dalam
tahun-tahun awal masa dewasa banyak masalah baru yang harus dihadapi seseorang.
Masalah-masalah baru ini dari segi utamanya berbeda dengan dari masalah-masalah
yang sudah dialami sebelumnya.
d.
Masa
dewasa dini sebagai masa ketegangan emosional
Pada usia ini kebanyakan individu sudah mampu memecahkan masalah – masalah yang mereka hadapi secara baik sehingga menjadi stabil dan lebih tenang.
Pada usia ini kebanyakan individu sudah mampu memecahkan masalah – masalah yang mereka hadapi secara baik sehingga menjadi stabil dan lebih tenang.
e.
Masa
dewasa dini sebagai masa keterasingan sosial
Keterasingan diintensifkan dengan adanya semangat bersaing dan hasrat kuat untuk maju dalam karir, sehingga keramahtamahan masa remaja diganti dengan persaingan dalam masyarakat dewasa.
Keterasingan diintensifkan dengan adanya semangat bersaing dan hasrat kuat untuk maju dalam karir, sehingga keramahtamahan masa remaja diganti dengan persaingan dalam masyarakat dewasa.
f.
Masa
dewasa dini sebagai masa komitmen
Setelah
menjadi orang dewasa, individu akan mengalami perubahan, dimana mereka akan
memiliki tanggung jawab sendiri dan memiliki komitmen-komitmen sendiri.
g.
Masa
dewasa dini sering merupakan masa ketergantungan
Meskipun telah mencapai status dewasa, banyak individu yang masih tergantung pada orang-orang tertentu dalam jangka waktu yang berbeda-beda. Ketergantungan ini mungkin pada orang tua yang membiayai pendidikan.
Meskipun telah mencapai status dewasa, banyak individu yang masih tergantung pada orang-orang tertentu dalam jangka waktu yang berbeda-beda. Ketergantungan ini mungkin pada orang tua yang membiayai pendidikan.
h.
Masa
dewasa dini sebagai masa perubahan nilai
Perubahan
karena adanya pengalaman dan hubungan sosial yang lebih luas dan nilai-nilai
itu dapat dilihat dri kacamata orang dewasa.Perubahan nilai ini disebabka
karena beberapa alasan yaitu individu ingin diterima olh anggota kelompok orang
dewasa, individu menyadari bahwa kebanyakan kelompok sosial berpedoman pada
nilai-nilai konvensional dalam hal keyakinan dan perilaku.
i.
Masa
dewasa dini masa penyesuaian diri dengan cara hidup baru.
Masa ini individu banyak mengalami perubahan dimana gaya hidup baru paling menonjol dibidang perkawinan dan peran orangtua.
Masa ini individu banyak mengalami perubahan dimana gaya hidup baru paling menonjol dibidang perkawinan dan peran orangtua.
j.
Masa
dewasa dini sebagai masa kreatif
Orang yang
dewasa tidak terikat lagi oleh ketentuan dan aturan orangtua maupun
guru-gurunya sehingga terlebas dari belenggu ini dan bebas untuk berbuat apa
yang mereka inginkan. Bentuk kreatifitas ini tergantung dengan minat dan
kemampuan individual.
2.
Batasan Masa Dewasa Awal
Pada penelitian menyebutkan bahwa salah satu tugas
perkembangan pada masa dewasa awal (18 – 40 tahun) adalah mencari pasangan
hidup (Havighurst dalam Monks, 2001: 290), yang selanjutnya akan diteruskan
pada proses membentuk dan membina keluarga. Pada akhir usia 20 tahun
pemilihan struktur hidup menjadi semakin penting. Pada usia natara 28-33
tahun pilihan struktur kehidupan ini menjadi lebih tetap dan stabil. Dalam fase
kemantapan (33 – 40 tahun) orang dengan kematangannya mampu menemukan tempatnya
dalam masyarakat dan berusaha untuk memajukan karier sebaik-baiknya. Pekerjaan
dan kehidupan keluarga membentuk struktur peran yang memunculkan aspek-aspek
kepribadian yang diperlukan dalam aspek tersebut (Levinson dalam Monks, 2001:
296 ). Lebih lengkapnya lagi mengenai batasan masa dewasa awal akan diuraikan
pada bagian ini.
Secara hukum seseorang dikatakan dewasa bila ia sudah
menginjak usia 21 tahun (meski belum menikah) atau sudah menikah (meskipun
belum berusia 21 tahun). Di Indonesia batas kedewasaan adalah 21 tahun juga.
Hal ini berarti bahwa pada usia itu seseorang sudah dianggap dewasa dan
selanjutnya dianggap sudah mempunyai tanggung jawab terhadap
perbuatan-perbuatannya ( Monks, 2001: 291). Dikatakan oleh Hurlock (1990) bahwa
seseorang dikatakan dewasa bila telah memiliki kekuatan tubuh secara maksimal,
siap berproduksi, dan telah dapat diharapkan memiliki kesiapan kognitif,
afektif, dan psikomotor, serta dapat diharapkan memainkan peranannya bersama
dengan individu-individu lain dalam masyarakat.
Setiap kebudayaan dapat membuat perbedaan usia seseorang
dapat dikatakan dewasa secara resmi, yang pada umumnya didasarkan pada
perubahan-perubahan fisik dan psikologik tertentu. Dalam hal ini Hurlock (1990:
246), membagi masa dewasa menjadi tiga periode, yaitu:
Pada masa
ini perubahan-perubahan yang nampak antara lain perubahan dalam hal penampilan,
fungsi-fungsi tubuh, minat, sikap, serta tingkah laku social
·
Masa Dewasa Madya (40 – 60 tahun)
Pada masa
ini kemampuan fisik dan psikologis seseorang terlihat mulai menurun.Usia dewasa
madya merupakan usia transisi dari Adulthood ke masa tua. Transisi itu terjadi
baik pada fungsi fisik maupun psikisnya.
·
Masa Dewasa Akhir (60 – Meninggal)
Pada masa
dewasa lanjut, kemampuan fisik maupun psikologis mengalami penurunan yang
sangat cepat, sehingga seringkali individu tergantung pada orang lain. Timbul
rasa tidak aman karena faktor ekonomi yang menimbulkan perubahan pada pola
hidupnya.
3.
Tugas Perkembangan Masa Dewasa Awal
Havighurst
(Dalam Mappiare, 1983: 252) menyebutkan bahwa tugas-tugas perkembangan pada
masa dewasa awal adalah sebagai berikut:
a.
Memilih
teman bergaul (sebagai calon suami atau istri)
Pada umumnya, pada masa dewasa awal ini individu sudah mulai berpikir dan memilih pasangan yang cocok dengan dirinya, yang dapat mengerti pikiran dan perasaannya, untuk kemudian dilanjutkan dengan pernikahan (menjadi pasangan hidupnya)
Pada umumnya, pada masa dewasa awal ini individu sudah mulai berpikir dan memilih pasangan yang cocok dengan dirinya, yang dapat mengerti pikiran dan perasaannya, untuk kemudian dilanjutkan dengan pernikahan (menjadi pasangan hidupnya)
b.
Belajar
hidup bersama dengan suami istri
Masing-masing
individu mulai menyesuaikan baik pendapat, keinginan, dan minat dengan pasangan
hidupnya. Mulai hidup dalam keluarga atau hidup berkeluarga
c.
Mulai
hidup dalam keluarga atau hidup berkeluarga
Dalam hal ini masing-masing individu sudah mulai mengabaikan keinginan atau hak-hak pribadi, yang menjadi kebutuhan atau kepentingan yang utama adalah keluarga
Dalam hal ini masing-masing individu sudah mulai mengabaikan keinginan atau hak-hak pribadi, yang menjadi kebutuhan atau kepentingan yang utama adalah keluarga
d.
Dituntut
adanya kesamaan cara serta faham
Hal ini dilakukan agar anak tidak merasa bingung harus mengikuti cara ayah atau ibunya. Maka dalam hal ini pasangan suami istri harus menentukan bagaimana cara pola asuh dalam mendidik anak-anaknya.
Hal ini dilakukan agar anak tidak merasa bingung harus mengikuti cara ayah atau ibunya. Maka dalam hal ini pasangan suami istri harus menentukan bagaimana cara pola asuh dalam mendidik anak-anaknya.
e.
Mengelola
rumah tangga
Dalam
mengelola rumah tangga harus ada keterusterangan antara suami istri, hal ini
untuk menghindari percekcokan dan konflik dalam rumah tangga.
f.
Mulai
bekerja dalam suatu jabatan
Seseorang
yang sudah memasuki masa dewasa awal dituntut untuk dapat memenuhi kebutuhannya
sendiri, yaitu dengan jalan bekerja.Dalam pekerjaannya tersebut, individu
dituntut untuk dapat menyesuaikan diri dengan lingkungannya.
g.
Mulai
bertanggung jawab sebagai warga Negara secara layak
Seseorang yang dikatakan dewasa sudah berhak untuk menentukan cara hidupnya sendiri, termasuk dalam hal ini hak dan kewajibannya sebagai warga dari suatu Negara.
Seseorang yang dikatakan dewasa sudah berhak untuk menentukan cara hidupnya sendiri, termasuk dalam hal ini hak dan kewajibannya sebagai warga dari suatu Negara.
h.
Memperoleh
kelompok sosial yang seriama dengan nilai-nilai atau fahamnya.
Setiap individu mempunyainilai-nilai dan faham yang berbeda satu sama lain. Pada masa ini seorang individuakan mulai mencari orang-orang atau kelompok yang mempunyai faham yang sama atau serupa dengan dirinya.
Setiap individu mempunyainilai-nilai dan faham yang berbeda satu sama lain. Pada masa ini seorang individuakan mulai mencari orang-orang atau kelompok yang mempunyai faham yang sama atau serupa dengan dirinya.
Penelitian secara spesifik memilih wanita bekerja dengan
batasan usia 30 tahun ke atas sebagai subyek penelitian karena pada usia
tersebut terdapat peningkatan tekanan untuk menikah dan menetap (Santrock,
2004: 123). Usia 30 tahun merupakan masa dimana banyak orang dewasa yang masih
lajang membuat keputusan setelah melalui pertimbangan yang matang untuk
menikah atau tetap melajang (Santrock,2004: 123). Jika seorang wanita
ingin mengalami fase menjadi seorang ibu dan mengasuh anak dia akan merasa
mulai dikejar waktu ketika mencapai usia 30 tahun. Seperti yang kita ketahui,
secara medis kehamilan pada wanita berusia diatas 30 tahun mempunyai banyak sekali
resiko. Dan semakin lanjut usia seorang wanita pada waktu hamil semakin
meningkat probabilitas terjadinya “bahaya” pada sang jabang bayi nantinya.
Santrock (2004) dalam bukunya mengutip komentar seseorang
laki-laki berusia 30 tahun.Dia mengatakan, “Hal ini adalah kenyataan. Kita
memang seharusnya sudah menikah ketika mencapai usia 30, ini merupakan standart
di masyarakat. Hal ini merupakan bagian dari hidup, dimana kita harus melakukan
apa yang harus kita lakukan menurut standart umum (dalam bahasa ilmiah kita
menyebutnya sebagai tugas perkembangan). Kita mulai mempunyai karier dan
mempertanyakan siap sebenarnya diri kita pada waktu kita berusia dua puluhan.
Pada usia tiga puluhan, seorang individu harus melanjutkannya dengan tugas
lain. Agar tetap dianggap berada di jalur, pada usia ini kita harus mulai
membuat rencana masa depan, mapan secara financial, dan mulai membentuk
keluarga. Tetapi dalam jangka waktu 30 tahun ke depan selanjutnya, menikah
menjadi kurang penting dibandingkan membeli rumah atau property lain (Santrock,
2004: 122).
Bagi seorang perempuan yang belum menikah, usia 30an adalah
usia kritis dan banyak pilihan seperti di persimpangan jalam. Bila diamati
stress lebih sering dialami seorang wanita ketika menginjak usia ini. Sebagian
perempuan, malah semakin berkurang keinginannya menikah ketika melewati batas
usia 30an, karena mereka semakin pesimis menggapai keinginan mereka yang satu
ini. Meski demikian mereka, apalagi perempuan metropolis, masih memiliki
keinginan-keinginan yang akhirnya membawa mereka mencari kesibukan lain dalam
mengisi masa kesendiriannya (Amanah, Edisi Agustus 2002: 12).
BAB
IV
PENUTUP
A.
Simpulan
Adaptasi
adalah penyesuaian diri terhadap suatu penilaian.Dalam hal ini respon individu
terhadap suatu perubahan yang ada dilingkungan yang dapat mempengaruhi keutuhan
tubuh baik secara fisiologis maupun psikologis dalam perilaku adaptip. Hasil
dari perilaku ini dapat berupa usaha untuk mempertahankan keseimbangan dari
suatu keadaan agar dapat kembali pada keadaan normal, namun setiap orang akan
berbeda dalam perilaku adaptip ada yang dapat berjalan dengan cepat namun ada
pula yang memerlukan waktu lama tergantung dari kematangan mental orang itu
tersebut.
B.
Saran
Diharapkan
dapat memberikan pengetahuan terhadap pembacanya
DAFTAR
PUSTAKA
http://widantivirgian.wordpress.com/2013/03/29/konsep-keperawatan-keluarga/
Hurlock,
E. B. (1994). PsikologiPerkembangan,
SuatuPendekatanSepanjangRentangKehidupan. Jakarta