Rabu, 06 November 2013

proses adaptasi kel . kelompok 5


PROSES ADAPTASI KELUARGA DENGAN ANAK USIA SEKOLAH, REMAJA DAN DEWASA MUDA
Diajukan untuk memenuhi salah satu tugas Mata Kuliah Keperawatan keluarga


                                       DisusunOleh:
Kelompok 5
Popi Meilani
Putri Amelia
Rito Anggara
Karim

PROGRAM DIPLOMA 3 KEPERAWATAN
POLTEKES YAPKESBI SUKABUMI
TahunAkademik 2012/2013
KATA PENGATAR


Assalamu’alaikum Wr. Wb.
Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat  Allah SWT yang telah memberikan rahmat-Nya kepada kami, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini, yaitu tentang proses adaptasi keluarga dengan anak usia sekolah remaja dan dewasa muda
Shalawat serta salam kami curahkan kepada Nabi Muhammad SAW, kepada keluarganya, sahabatnya dan kepada kita semua selaku umatnya.
Adapun tujuan penyusunan makalah ini salah satunya untuk memenuhi tugas Mata Kuliah Keperawatan Keluarga. Kami ucapkan terima kasih kepada pihak-pihak yang telah membantu dalam penyususnan  makalah ini dan terima kasih kepada bapak Suprapto sebagai dosen mata kuliah Keperawatan Keluarga yang selalu sabar membimbing kami.
Sadar akan keterbatasan dan kemampuan yang kami miliki, maka kami mohon maaf atas segala kekurangan yang terdapat dalam penyusunan makalah ini. Saran dan kritik kami harapkan, untuk meningkatkan bobot makalah ini. Kami berharap semoga makalah ini bermanfaat.

                                                                                        Sukabumi, 25 septrmber 2013

Penyusun

BAB I
PENDAHULUAN
A.      Latar Belakang
Dalam ilmu sosial, studi tentang sosialisasi telah sampai pada penilaian beberapa ilmuwan sosial untuk mengungkap hakikat keberadaan manusia.Sebuah jawaban yang dilontarkan kepada mereka-mereka yang mempertanyakan asal-usul dan selukbeluknya.Petanyaan tersebut telah menantang para ahli ilmu-ilmu sosial dan filsafat selama bertahun-tahun. Kini terdapat suatu pemahaman umum mengenai sifat dari keberadaan manusia meskipun beberapa aliran mempunyai cara pendekatan yang berbeda-beda. Di antara mereka ini lebih banyak mengupas eksistensi manusia dalam konteks sosial kebudayaannya, dengan mengemukakan tentang teori konsep diri. Secara objektif, kedirian (self) dapat dikatakan sebagai kesadaran terhadap diri sendiri dan bagaimana ia memandang orang lain. Ahli yang telah menyelidiki kedirian itu di antaranya, Charles Horton Cooley, Goerge Herbert Mead dan Sigmund Freud, meskipun ketiganya memiliki konsep dan teori yang berbeda sesuai dengan persepsi ilmiah masing-masing namun pada dasarnya ketiga tokoh tersebut memiliki letak persamaan teoritis (Faisal dan Yasik, 1998)
Oleh sebab itu di sisi lain muncul juga suatu konsepsi teoritistentang sosialisasi yang dimaknai sebagai proses penyesuaian diri.Konsep penyesuaian diri ini berasal dari biologi, dan merupakankonsep dasar yang digunakan Teori Evolusi Darwin.Dalam biologi,istilah yang digunakan ialah adaptasi.Menurut teori tersebuthanya organisme yang berhasil menyesuaikan diri terhadaplingkungan fisiknya sajalah yang dapat tetap hidup.Tingkah laku manusia itu diterangkan sebagai reaksi-reaksiterhadap tuntutan atau tekanan dari lingkungan eksternalnya.Didaerah yang dingin manusia harus berpakaian tebal untuk mengatasiiklim.Contoh tersebut menunjukkan bahwa tingkah lakumanusia itu merupakan penyesuaian diri terhadap tuntutantuntutanlingkungan fisik.
Namun karena manusia hidup dalam masyarakat, makatingkah lakunya bukan sekadar penyesuaian diri terhadap tuntutan-tuntutan fisik lingkungan -nya, melainkan juga merupakanpenyesuaian diri terhadap tuntutan dan tekanan sosial dari luar.Sehingga konsep adaptasi yang berasal dari biologi itu dalam ilmuilmusosial (khususnya Psikologi) mendapat istilah, adjusment.Baik adaptasi maupun adjusment kita terjemahkan dengan “prosespenyesuaian diri terhadap lingkungan fisik maupun lingkungansosial”. Proses penyesuaian diri itu merupakan reaksi terhadaptuntutan-tuntutan untuk dirinya. Tuntutan-tuntutan tersebutdapat digolongkan menjadi tuntutan internal dan eksternal

B.       Rumusan Masalah
Bagaimana proses adaptasi keluarga dengan anak usia sekolah, remaja dan dewasa muda.

C.       Tujuan Penulisan
Agar mahasiswa lebih mengetahui bagaimana proses adaptasi keluarga dengan anak usia sekolah, remaja dan dewasa muda.









BAB II
TINJAUAN TEORITIS
A.      Pengertian keluarga dan pengertian keperawatan keluarga
Keluarga adalah unit terkecil dari masyarakat yang terdiri atas kepala keluarga dan beberapa orang yang berkumpul dan tinggal disuatu tempat dibawah satu atap dan keadaan saling ketergantungan (Departemen Kesehatan, 1988).
Keluarga adalah dua orang atau lebih yang disatukan oleh ikatan-ikatan kebersamaan, ikatan emosional dan yang mengidentifikasi diri mereka sebagai bagian dari keluarga (Marilynn M. Friedman, 1998).
Keluarga adalah dua orang atau lebih dari dua individu yang tergabung karena hubungan darah, hubungan perkawinan atau pengangkatan dan mereka hidup dalam satu rumah tangga, berinteraksi satu sama lain dan didalam perannya masing-masing menciptakan serta mempertahankan kebudayaan (Salvicion G Balion dan Aracelis Maglaya, 1989).
Dari ketiga pengertisn diatas dapat disimpulkan bahwa keluarga adalah dua orang atau lebih yang dipersatukan oleh ikatan perkawinan, ikatan darah yang tinggal dalam satu rumah dan saling berinteraksi satu sama lain dalam perannya masing-masing untuk menciptakan atau mempertahankan suatu budaya.
Keperawatan keluarga adalah suatu rangkaian kegiatan yang diberikan melalui praktik keperawatan dengan sasaran keluarga (Suprajitna, 2004).

B.       Pengertian Adaptasi
Adaptasi adalah penyesuaian diri terhadap suatu penilaian.Dalam hal ini respon individu terhadap suatu perubahan yang ada dilingkungan yang dapat mempengaruhi keutuhan tubuh baik secara fisiologis maupun psikologis dalam perilaku adaptip. Hasil dari perilaku ini dapat berupa usaha untuk mempertahankan keseimbangan dari suatu keadaan agar dapat kembali pada keadaan normal, namun setiap orang akan berbeda dalam perilaku adaptip ada yang dapat berjalan dengan cepat namun ada pula yang memerlukan waktu lama tergantung dari kematangan mental orang itu tersebut.

C.      Dimensi Adaptasi
1.         Adaptasi fisiologis
Adaptasi fisiologis adalah proses penyesuaian diri secara alamiah atau secara fisiologis untuk mempertahankan keseimbangan dalam berbagai faktor yang menimbulkan keadaan menjadi tidak seimbang contoh: masuknya kuman penyakit ketubuh manusia.
2.         Adaptasi psikologis
·           Adaptasi secara psikologis dapat dibagi menjadi dua yaitu:
LAS ( general adaptation syndroma) adalah apabila kejadiannya atau proses adaptasi bersifat lokal contoh: seperti ketika kulit terinfeksi maka akan terjadi disekitar kulit tersebut kemerahan, bengkak, nyeri, panas dll yang sifatnya lokal atau pada daerah sekitar yang terkena.
·           GAS ( general adaptation syndroma) adalah apabila reaksi lokal tidak dapat diaktifitasi maka dapat menyebabkan gangguan dan secara sistemik tubuh akan melakukan proses penyesuaian diri seperti panas di seluruh tubuh, berkeringat dll
Dalam proses adaptasi secara psikologis terhadap dua cara untuk mempertahankan diri yaitu dengan melakukan koping atau mekanisme pertahanan diri.
a.       Koping
adalah proses yang dilalui oleh individu dalam melakukan situasi stressfull. Koping merupakan respon induvidu terhadap situasi yang mengancam dirinya baik fisik baikpun psikologik. Koping efektif menghasilkan adaptasi yang menetap yang membiasakan kebiasaan baru dan perbaikan dalam situasi yang lama, sedangkan koping yang tidak efektif berakhir dengan maladaftif yaitu perilaku yang menyimpang dan dapat merugikan diri sendiri orang lain maupun diri sendiri.koping ada dua macam yaitu koping psikologis dan psikososial
1)        koping psikologis
pada umumnya gejala yang ditimbulkan akibat stress psikologis tergantung pada 2 faktor yaitu:bagaimana persepsi atau penerimaan induvidu terhadaap stressor artinya seberapa berat ancaman yang dirasakan terhadap induvidu tersebut terhadap stressor yang di terimanya. Keefektifan starategi koping yang digunakan oleh induvidu.
2)        Koping psikososial
Adalah reaksi psikososial terhadap adanya stimulus stress yang di terima atau dihadapi oleh klien, menurut stuart dan sundeen (1991) terdapat 2 kategori koping yang bisa dilakukan untuk mengatasi stress dan kecemasan .
b.        Mekanisme pertahanan diri
·           Kompensasi
Kelemahan yang ada pada dirinya ditutupi dengan meningkatkan kemapuan dibidang lain yang positif.
·           Denial
Perilaku yangh menolak relita yang terjadi pada dirinya atau tidak mau menerima kenyataan
·           Displacement
Upaya mengatsi masalah psikologis dengan melakukan pemindahan tingkah laku pada obyek lain
·           Desosiasi
Kehilangan kemampuan mengingat peristiwa yang terjadi pada dirinya
·           Identifikasi
Menyamakan dirinya dengan tokoh idola dengan meniru fikiran, penampilan perilaku atau kesukaanya
·           Intelektualisasi
Alasan atau logika yang berlebihan untuk menekan perasaan yang tidak menyenangkan contoh seorang eksekutif mudah yangdi penjara bersama narapidana lain ia tetap mengatakan bahwa ia tidak sama dengan mereka
·           Interaksi
Perilaku dimana induvidu menyatukan nilai orang lain atau kelompok pada dirinya
·           Proyeksi
Keinginan yang tidak dapat ditoleransi, mencurahakn emosi pada orang lain karena kesalahan sendiri
·           Rasionalisasi
Memberikan alasan yang dapat di terima oleh akal dalam membenarkan kesalahan dirinya
·           Reaksi formasi
Pembentukan sikap kesadaran dan pola perilaku yang berlawanan dengan apa yang benar-benar di lakukjan dan dirasakan atau dilakukan oleh orang lain
·           Regresi
Menghindari stress dengan menampilkan perilaku kembali seperti pada masa anak-anak seperti bermain, tidur meringkuk
·           Represi
Menekan perasaan/ pengalaman yang mennyakitkan atau koflik atau ingatan dari kesadaran yang cenderung memperkuat mekanisme ego lainnya
·           Spliting
Kegagalan individu dalam mengintegrasikan dirinya dalam menilai baik-buruk seseorang dengan tidak kosisten
·           Supresi
Menekan perasaan/ pengalaman yang menyakitkan ke alam taksadar sampai ia melakukan peristiwa yang menyakitkan itu
·           Undoing
Bertindak atau berkominasi yang sebagian diingkarinya sebagaimana yang pernah di komunikasikan sebelumya
·           Sublimasi
Penerimaan tujuan pengganti yang di terima secara sosial karena dorongna merupakan saluran normal dari ekspresi yang terhambat

D.      Macam – macam adaptasi
1.         Adaptasi Perkembangan
adalah proses penyesuain yang berhubungan dengan konsep diri dan menyangkut persepsi diri dengan melibatkan aktifitas mental serta pengungkapan diri.
Konsep diri ada 5 yaitu:
a.         identitas diri, berhubungn dengan ciri-ciri diri yang dipersepsikan
b.        ideal diri adalah hal yang terkait dengan persepsi diri terhadap cita-cita, keinginan, harapan hidup yang dipersepsikan
c.         peran diri yaitu persepsi terhadap peran dirinya lingkungan sosial masyarakat
d.        gambaran diri yaitu hal yang terkait dengan persepsi dirinya
terhadap keseluruhan bentuk pisik (tubuh) yang di persepsikan
e.         harga diri yaitu persepsi terhadap keberadaan nilai dirinya didalam lingkungan social
2.         Adaptasi Sosial Budaya
adalah cara untuk mengadakan perubahan dengan melakukan proses penyesuaian perilaku yang sesuai dengan normal yang berlaku di masyarakat
3.         Adaptasi Spiritual
adalah proses penyesuaian diri dengan melakukan perubahan prilaku yang di dasarkan pada keyakinan atau kepercayaan yang dimiliki sesuai dengan agama yang dianutnya.




E.       Tahap-Tahap Proses Adaptasi
1.         Adaptif
Setiap manusia tentu menginginkan agar hidupnya eksis. Untuk dapat hidup eksis ia harus senantiasa beradaptasi (menyesuaikan diri) dengan lingkungan. Dengan penyesuaian diri ia akan mengalami perubahan-perubahan kearah yang lebih maju (modern). Sebagai makhluk hidup, manusia memiliki daya upaya untuk dapat menyesuaikan diri, baik secara aktif maupun pasif.Seseorang aktif melakukan penyesuaian diri bila terganggu keseimbangannya, yaitu antara kebutuhan dan pemenuhan. Untuk itu ia akan merespon dari tidak seimbang menjadi seimbang. Bentuk ketidakseimbangan yang dapat muncul yaitu: bimbang/ragu, gelisah, cemas, kecewa, frustasi, pertentangan (conflict), dsb. Penyesuaian diri seseorang dengan lingkungannya dipengaruhi oleh berbagai faktor antara lain: jenis kelamin, umur, motivasi, pengalam, serta kemampuan dalam mengatasi masalah. Dua bentuk ketidakseimbangan yang perlu mendapat perhatian yaitu Frustasi dan konflik.
a.         Frustasi
Ada beberapa faktor penyebab frustasi. Pada umumnya frustasi dapat disebabkan karena:
1)        Tertundanya pencapaian tujuan seseorang untuk sementara, atau untuk waktu yang tidak menentu.
2)        Sesuatu yang menghambat apa yang sedang dilakukan.
Faktor penghambat dapat dibedakan menjadi 2 yaitu faktor interen dan faktor eksteren.Faktor interen yaitu semua faktor yang berasal dari dalam diri seseorang, yang dapat berpengaruh positif atau negatif.Contoh faktor interen yaitu keadaan jasmani dan rohani.Sedangkan faktor eksteren yaitu semua faktor yang berasal dari luar dirinya, yang dapat berpengaruh positif atau negatif.Faktor eksteren terbagi lagi menjadi tiga yaitu dari lingkungan keluarga, sekolah, dan masyarakat.
b.        Konflik
Konflik (pertentangan) dapat muncul apabila terjadi ketidakseimbangan dalam diri individu. Salah satu contoh: ‘Seseorang dihadapkan pada beberapa pilihan yang harus dipilih satu, atau beberapa diantaranya’. Seseorang yang mengalami konflik dan tidak segera diatasi, dapat menimbulkan gangguan perilaku. Beberapa contoh lain untuk situasi konflik adalah sebagai berikut.
1)        Approach-approach : Berhadapan dengan 2 pilihan yang menarik.
2)        Avoidance-avoidance : Berhadapan dengan 2 pilihan yang tidak diinginkan
3)        Approach-avoidance : Satu pilihan menyenangkan dan satu pilihan tidak menyenangkan.
4)        Double approach avoidance conflict : banyak konflik, dan sebagainya
Dalam menghadapi frustasi dan/atau konflik, seseorang hendaknya memiliki kemampuan (kecakapan) untuk menganalisis setiap stimulus. Dengan kecakapan yang dimiliki ia akan dapat menyelesaikan masalahnya. Analisis dapat dilakukan secara bertahap, mulai dari yang sangat sederhana (ringan) menuju yang kompleks (berat). Dengan demikian secara bertahap pula akan ditemukan keseimbangan. Hal ini dapat dilakukan dengan penuh kesabaran. Frustasi dan/atau konflik dapat diseimbangkan dengan berbagai cara. Trial and error (mencoba dan salah) merupakan salah satu cara yang dapat membentuk ‘kebiasaan’ dan ‘mekanisme’. Ada bermacam-macam mekanisme penyesuaian yang dapat dijadikan rambu-rambu sebagai berikut.
a.         Agresi: yaitu menyerang obyek frustasi untuk mendapatkan kepuasan
b.        Menarik diri: yaitu menarik atau undur diri dari permasalahan.
c.         Mimpi siang hari: yaitu untuk mencapai kepuasan dengan berkhayal.
d.        Regresi: merupakan reaksi terhadap frustasi dan nampak pada anak-anak.
e.         Rasionalisasi: yaitu pembebasan atas suatu perilaku, bisa disebabkan oleh alasan yang sebenarnya dari perilaku itu tidak diterima oleh masyarakat. Bentuk rasionalisasi: Sougrapes, sweet lemon, kambing hitam.
f.         Represi: situasi yang menimbulkan rasa bersalah ketakutan dsb. Lebih baik dilupakan
g.        Identifikasi: mendapatkan rasa harga diri dengan menempatkan diri pada tokoh yang dikagumi. Identifikasi dapat terjadi pada kelompok/lembaga yang bisa menjadi kebanggaannya, dapat juga di sekolah-sekolah.
h.        Konpensasi: konpensasi dapat bersifat positif atau negatif.
i.          Reaksi konversi: karena terjadi konversi ketegangan emosi kesan dari psikologis. Seseorang yang tidak bisa mengatasi konfliknya mencoba mengatasi dengan sakit kepala, sakit perut, dll.
2.         Maladaptif
Beberapa petunjuk yang dapat digunakan untuk mendeteksi adanya maladaptif:
a.         Sensitif terhadap kritik: Individu tidak bias merespon secara positif terhadap koreksi, juga tidak dapat mengkritisi diri sendiri.
b.        Tidak mampu kompetisi: Individu hanya mau berkompetisi dengan kawan yang jelas dapat dikalahkan.








                                                            BAB III
PEMBAHASAN
A.      Adaptasi Pada Usia sekolah
Dunia yang semakin global dan ekonomi pasar yang penuh dengan persaingan ketat membuat tenggang rasa dan empati sosial masyarakat semakin rendah.Itu kenapa seringkali terjadi konflik sosial di masyarakat.Salah satu upaya yang dapat mencegah meluasnya dan meminimalkan dampak negatif dari globalisasi adalah mensosialisasikan rasa empati sejak dini.Keluarga adalah struktur sosial terkecil yang mampu membentengi patologi sosial yang terus menggejala khususnya masyarakat Indonesia.
Secara naluriah anak sudah mengembangkan empati sejak bayi.Awalnya empati yang dimiliki sangat sederhana, yakni empati emosi. Misalnya pada usia 0-1 tahun, bayi bisa menangis hanya karena mendengar bayi lain menangis, barulah di usia 1-2 tahun, anak menyadari kalau kesusahan temannya bukanlah kesusahan yang mesti ditanggung sendiri. Walaupun demikian, rasa empati pada anak harus diasah. Bila dibiarkan rasa empati tersebut sedikit demi sedikit akan terkikis walau tidak sepenuhnya hilang, tergantung dari lingkungan yang membentuknya.
Banyak segi positif bila kita mengajarkan anak berempati. Mereka tidak akan agresif dan senang membantu orang lain. Selain itu empati berhubungan dengan kepedulian terhadap orang lain, tak heran kalau empati selalu berkonotasi sosial seperti menyumbang, memberikan sesuatu pada orang yang kurang mampu. Empati berarti menempatkan diri seolah-olah menjadi seperti orang lain. Mempunyai rasa empati adalah keharusan seorang manusia, karena di sanalah terletak nilai kemanusiaan seseorang.Oleh karena itu, setiap orang tua wajib menduplikasikan rasa empati kepada anak-anaknya. Menurut Ubaydillah (2005) empati adalah kemampuan kita dalam menyelami perasaan orang lain tanpa harus tenggelam di dalamnya. Empati adalah kemampuan kita dalam mendengarkan perasaan orang lain tanpa harus larut.
Empati adalah kemampuan kita dalam meresponi keinginan orang lain yang tak terucap. Kemampuan ini dipandang sebagai kunci menaikkan intensitas dan kedalaman hubungan kita dengan orang lain (connecting with). Selain itu Empati merupakan salah satu kunci keberhasilan dalam melakukan hubungan antar pribadi dengan coba memahami suatu permasalahan dari sudut pandang atau perasaan lawan bicara. Melalui empati, individu akan mampu mengembangkan pemahaman yang mendalam mengenai suatu permasalahan. Memahami orang lain akan mendorong antar individu saling berbagi. Empati merupakan kunci pengembangan leadership dalam diri individu.
Setiap anak punya daya adaptasi berbeda-beda terhadap lingkungan sekitar.Jangan dipaksakan jika tak ingin berbuah stres.Adaptasi atau penyesuaian diri merupakan salah satu persyaratan penting bagi terciptanya kesehatan jiwa atau mental individu.
Dalam ensiklopedi online Kids.Net.Au adaptasi diartikan sebagai proses penyesuaian diri terhadap sesuatu hal, termasuk kondisi lingkungan. Sementara psikolog asal Amerika, Davidoff, memaknai adaptasi (adjusment) sebagai suatu proses untuk mencari titik temu antara kondisi diri sendiri dan tuntutan lingkungan.
Manusia dituntut untuk menyesuaikan diri dengan lingkungan sosial, kejiwaan, dan lingkungan alam sekitarnya.Kehidupan itu sendiri secara alamiah juga mendorong manusia untuk terus-menerus menyesuaikan diri.
Terkait dengan penyesuaian diri anak, ada anak-anak yang mudah menyesuaikan diri dengan setiap situasi baru yang dihadapinya.Namun, ada pula yang memerlukan waktu lebih lama untuk mengenal dan membiasakan diri dengan situasi atau lingkungan yang baru atau masih asing baginya.
Pada dasarnya, penyesuaian diri melibatkan individu dengan lingkungannya, baik lingkungan keluarga, teman sebaya, maupun lingkungan sekolah.Anak-anak memiliki kepribadian yang berbeda satu dengan lainnya.
Begitu juga halnya dalam penyesuaian diri dengan lingkungan. Namun yang pasti, cepat atau lambat, semua anak harus dapat menyesuaikan diri dengan lingkungan yang akan dijumpainya tiap-tiap hari. Karena itu, anak sangat membutuhkan perhatian dan pengertian orangtua atau orang-orang terdekatnya untuk bisa memahami situasi dan kondisi yang sedang dihadapinya.Dengan begitu, dapat mendorongnya untuk cepat menyesuaikan diri dengan lingkungannya.Cepat dan tidaknya si anak menyesuaikan diri terkait dengan kematangan kemampuan komunikatif dan bahasanya.
Anak-anak yang tidak atau kurang menguasai bahasa biasanya lebih sukar untuk menyesuaikan diri.Menurut psikolog anak dari Medicare Clinic, Anna Surti Ariani, aspek temperamen atau karakter kepribadian si anak juga berpengaruh besar terhadap kemampuan adaptasi.
Ada anak-anak yang tergolong slow to adapt child (memerlukan waktu lebih lama untuk mempelajari situasi baru), tapi ada pula yang easy going dan bisa cepat akrab dengan lingkungan barunya.Anak yang lambat beradaptasi sebaiknya sering diajak bergaul dan dibimbing orangtuanya tentang bagaimana cara memulai berinteraksi dengan orang lain. Jika si anak terus dilatih, lama-kelamaan anak akan menemukan sendiri formula yang terbaik baginya untuk beradaptasi. Karena itu orangtua berperan penting dalam menciptakan lingkungan kondusif yang dapat membuat anak berani mencoba sesuatu.
Di samping rasa tidak nyaman, akibat lainnya yang akan terjadi manakala orangtua memaksa anak cepat beradaptasi adalah rasa stres. Apalagi anak usia 0-6 tahun yang umumnya masih harus distimulasi perkembangan emosinya. Lingkup sosialnya juga masih sangat terbatas sehingga guru dan orangtua menjadi orang terdekat di luar pengasuhnya.
Penyesuaian pribadi merupakan kemampuan individu untuk menerima dirinya sendiri sehingga tercapai hubungan yang harmonis antara dirinya dan lingkungan sekitarnya. Hal ini membuat anak menyadari sepenuhnya siapa dirinya sebenarnya, apa kelebihan dan kekurangannya dan mampu bertindak objektif sesuai dengan kondisi dirinya tersebut.Sementara itu, penyesuaian sosial terjadi dalam lingkup hubungan sosial tempat individu hidup dan berinteraksi dengan orang lain. Hubungan-hubungan tersebut mencakup hubungan dengan masyarakat di sekitar tempat tinggalnya, keluarga, sekolah, teman atau masyarakat luas secara umum.
B.       Adaptasi pada remaja
Sebagai makhluk sosial yang membutuhkan kehadiran orang lain, dibutuhkan adanya keselarasan diantara manusia itu sendiri. Agar hubungan interaksi berjalan baik diharapkan manusia mampu untuk beradaptasi atau menyesuaikan diri terhadap lingkungan fisik maupun lingkungan sosialnya, sehingga dapat menjadi bagian dari lingkungan tanpa menimbulkan masalah pada dirinya. Dengan kata lain berhasil atau tidaknya manusia dalam menyelaraskan diri dengan lingkungannya sangat tergantung dari kemampuan penyesuaian dirinya.
Penyesuaian dapat didefinisikan sebagai interaksi yang kontinyu antara diri individu sendiri, dengan orang lain dan dengan dunia luar. Ketiga faktor ini secara konstan mempengaruhi individu dan hubungan tersebut bersifat timbal balik (Calhoun dan Acocella,1976). Dari diri sendiri yaitu jumlah keseluruhan dari apa yang telah ada pada diri individu, tubuh, perilaku dan pemikiran serta perasaan. Orang lain yaitu orang-orang disekitar individu yang mempunyai pengaruh besar dalam kehidupan individu. Dunia luar yaitu penglihatan dan penciuman serta suara yang mengelilingi individu.
Proses penyesuaian diri pada manusia tidaklah mudah. Hal ini karena didalam kehidupannya manusia terus dihadapkan pada pola-pola kehidupan baru dan harapan-harapan sosial baru.Periode penyesuaian diri ini merupakan suatu periode khusus dan sulit dari rentang hidup manusia. Manusia diharapkan mampu memainkan peran-peran sosial baru, mengembangkan sikap-sikap sosial baru dan nilai-nilai baru sesuai dengan tugas-tugas baru yang dihadapi (Hurlock,1980).
Disebutkan juga oleh Hurlock (1980) bahwa seperti halnya proses penyesuaian diri yang sulit yang dihadapi manusia secara umum, para remaja juga mengalami proses penyesuaian diri dimana proses penyesuaian diri pada remaja ini merupakan suatu peralihan dari satu tahap perkembangan ketahap berikutnya. Dalam periode peralihan ini terdapat keraguan akan peran yang akan dilakukan, namun pada periode ini juga memberikan waktu kepada remaja untuk mencoba gaya baru yang berbeda, menentukan pola perilaku, nilai dan sifat yang paling sesuai dengan dirinya. Dengan kata lain hal ini merupakan proses pencarian identitas diri yang dilakukan oleh para remaja.
Untuk menjadikan
remaja mampu berperan serta dan melaksanakan tugasnya, baik sebagai individu maupun sebagai anggota masyarakat tidaklah mudah, karena masa remaja merupakan masa peralihan dari masa kanak-kanak ke masa dewasa.Pada masa ini dalam diri remaja terjadi pertumbuhan dan perkembangan yang pesat pada fisik, psikis, maupun sosial.Salah satu tugas perkembangan masa remaja yang tersulit adalah yang berhubungan dengan penyesuaian sosial.Remaja harus menyesuaikan diri dengan lawan jenis dalam berhubungan yang belum pernah ada dan harus menyesuaikan dengan orang dewasa diluar lingkungan keluarga.Untuk mencapai tujuan dari pola sosialisasi dewasa, remaja harus banyak penyesuaian baru.
Agar penyesuaian diri yang dilakukan terhadap lingkungan sosial berhasil (well adjusted), maka remaja harus menyelaraskan antara tuntutan yang berasal dari dalam dirinya dengan tuntutan-tuntutan yang diharapkan oleh lingkungannya, sehingga remaja mendapatkan kepuasan dan memiliki kepribadian yang sehat. Misalnya sebagian besar remaja mengetahui bahwa para remaja tersebut memakai model pakaian yang sama denga pakaian anggota kelompok yang populer, maka kesempatan untuk diterima oleh kelompok menjadi lebih besar. Untuk itu remaja harus mengetahui lebih banyak informasi yang tepat tentang diri dan lingkungannya.
1.      Penerimaan Sosial Remaja
Setiap remaja dituntut untuk menguasai ketrampilan-ketrampilan sosial dan kemampuan penyesuaian diri terhadap lingkungan sekitarnya.Ketrampilan sosial dan kemampuan penyesuaian diri menjadi semakin penting dan krusial manakala anak sudah menginjak masa remaja. Hal ini disebabkan karena pada masa remaja individu sudah memasuki dunia pergaulan yang lebih luas dimana pengaruh teman-teman dan lingkungan sosial akan sangat menentukan. Ketrampilan-ketrampilan tersebut biasanya disebut sebagai aspek psikososial.Salah satu aspek dari ketrampilan sosial adalah penerimaan sosial. Menurut Hurlock (dalamYusuf, 2002) penerimaan sosial adalah individu dinilai positif oleh orang lain, mau berpartisipasi aktif dalam kegiatan sosial, dan memiliki sikap bersahabat dalam berhubungan dengan orang lain. Dengan kata lain seseorang dapat diterima secara positif oleh lingkungan sekitarnya dan mau berperan serta dalam kegiatan-kegiatan sosial dalam masyarakat.
2.      Perkembangan Psikologis Remaja
Keadaan emosi pada masa remaja masih labil karena erat dengan keadaan hormon.Suatu saat remaja dapat sedih sekali, dilain waktu dapat marah sekali.Emosi remaja lebih kuat dan lebih menguasai diri sendiri daripada pikiran yang realistis.Kestabilan emosi remaja dikarenakan tuntutan orang tua dan masyarakat yang akhirnya mendorong remaja untuk menyesuaikan diri dengan situasi dirinnya yang baru. Hal tersebut hampir sama dengan yang dikemukakan oleh Hurlock (1990), yang mengatakan bahwa kecerdasan emosi akan mempengaruhi cara penyesuaian pribadi dan sosial remaja. Bertambahnya ketegangan emosional yang disebabkan remaja harus membuat penyesuaian terhadap harapan masyarakat yang berlainan dengan dirinya.
Menurut Mappiare (dalam Hurlock, 1990) remaja mulai bersikap kritis dan tidak mau begitu saja menerima pendapat dan perintah orang lain, remaja menanyakan alasan mengapa sesuatu perintah dianjurkan atau dilarang, remaja tidak mudah diyakinkan tanpa jalan pemikiran yang logis. Denganperkembangan psikologis pada remaja, terjadi kekuatan mental, peningkatan kemampuan daya fikir, kemampuan mengingat dan memahami, serta terjadi peningkatan keberanian dalam mengemukakan pendapat.
3.      Pentingnya Kontrol Diri
Keberadaan hawa nafsu disamping memberikan manfaat bagi kehidupan manusia, juga dapat melahirkan madlarat (ketidaknyamanan, atau kekacauan dalam kehidupan, baik personal maupun sosial).Kondisi ini terjadi apabila hawa nafsu tidak dikendalikan atau dikontrol, karena memang sifat yang melekat pada hawa nafsu adalah mendorong (memprovokasi) manusia kepada keburukan atau kejahatan (dalam Psikologi Belajar Agama, 2003).
Menurut Fachrurozi (dalam Jawa Pos, 2004) kegilaan masyarakat saat ini adalah personifikasi atas kegilaan yang dialami sebagai implikasi dari modernitas, bahwa modernitas, disamping melahirkan kemajuan dalam berbagai aspek (teknologi informasi, ekonomi, politik, sosial, dan budaya), ternyata juga melahirkan kegilaan atau gangguan kejiwaan.Diharapkan setiap individu mampu mengontrol diri terhadap setiap perubahan yang terjadi.
Tindakan-tindakan tidak terkontrol sering dikaitkan dengan remaja, karena seringkali bentuk perkelahian dilakukan oleh para remaja, sehingga perkelahian antar remaja sudah menjadi fenomena yang biasa di masyarakat luas terutama di kota-kota besar, perkelahian ini biasanya dipicu oleh masalah-masalah yang sepele, seperti bersenggolan di jalan, atau saling pandang yang ditafsirkan sebagai bentuk menantang, dan biasanya berakhir dengan perkelahian, perkelahian antar remaja pada awalnya hanya melibatkan dua individu kemudian berkembang menjadi perkelahian antar kelompok.
Menurut Lewin (dalam Winarno, 2003) kondisi tersebut dikarenakan dalam kelompok terdapat sifat interdependen antar anggota dan kondisi seperti itu berpeluang menjadi konflik SARA, dikarenakan Indonesia terdiri berbagai macam suku, agama, ras, yang berbeda-beda, sehingga individu akan merasa cemas, tidak aman, dan mudah tersulut emosi bila kontrol diri individu kurang. Oleh karena itu, kontrol diri diperlukan untuk mengontrol emosi yamg berasal dari dalam dan luar individu sebagai bentuk sosialisasi yang wajar.
Menurut Drever, kontrol diri adalah kontrol atau pengendalian yang dijalankan oleh individu terhadap perasaan-perasaan, gerakan-gerakan hati, tindakan-tindakan sendiri, sedangkan Goleman (dalam Sarah, 1998) mengartikan bahwa kontrol diri sebagai kemampuan untuk menyesuaikan dan mengendalikan dengan pola sesuai dengan usia. Bander (dalam Sarah, 1998) menyatakan bahwa kontrol diri merupakan kemampuan individu dalam mengendalikan tindakan yang ditandai dengan kemampuan dalam merencanakan hidup, maupun frustasi-frustasi dan mampu menahan ledakan emosi.Masa-masa remaja ditandai dengan emosi yang mudah meletup atau cenderung untuk tidak dapat mengkontrol dirinya sendiri, akan tetapi tidak semua remaja mudah tersulut emosinya atau tidak mampu untuk mengkontrol dirinya, pada remaja tertentu juga sudah matang dalam artian mampu mengkontrol setiap tindakan yang dilakukannya.


C.      Adaptasi Pada Dewasa Muda ( Dewasa Awal)
Masa dewasa awal dimulai pada umur 18 tahun sampai kira-kira umur 40 tahun.Saat perubahan-perubahan fisik dan psikologis yang menyertai berkurangnya kemampuan reproduktif (Hurlock, 1996).
Masa dewasa awal merupakan periode penyesuaian diri terhadap pola-pola kehidupan yang baru dan harapan-harapan sosial baru.Orang dewasa awal diharapkan memaikan peran baru, seperti suami/istri, orang tua, dan pencari nafkah, keinginan-keingan baru, mengembangkan sikap-sikap baru, dan nilai-nilai baru sesuai tugas baru ini (Hurlock, 1996).
1.         Ciri – ciri masa dewasa awal
Hurlock (1996), menguraikan secara ringkas ciri-ciri dewasa yang menonjol dalam masa – masa dewasa awal sebagi berikut :
a.        Masa dewasa awal merupakan masa pengaturan.
Pada masa ini individu menerima  tanggung jawab sebagai orang dewasa. Yang berarti seorang pria mulai membentuk bidang pekerjaan yang akan ditangani sebagai kariernya, dan wanita diharapkan mulai menerima tanggungjawab sebagai ibu dan pengurus rumah tangga.
b.        Masa dewasa dini sebagai usia repoduktif
Orang tua merupakan salah satu peran yang paling penting dalam hidup orang dewasa. Orang yang kawin berperan sebagai orang tua pada waktu saat ia berusia duapuluhan atau pada awal tigapuluhan.
c.         Masa dewasa dini sebagai masa bermasalah
Dalam tahun-tahun awal masa dewasa banyak masalah baru yang harus dihadapi seseorang. Masalah-masalah baru ini dari segi utamanya berbeda dengan dari masalah-masalah yang sudah dialami  sebelumnya. 
d.        Masa dewasa dini sebagai masa ketegangan emosional
Pada usia ini kebanyakan individu sudah mampu memecahkan masalah – masalah yang mereka hadapi secara baik sehingga menjadi stabil dan lebih tenang.
e.         Masa dewasa dini sebagai masa keterasingan sosial
Keterasingan diintensifkan dengan adanya semangat bersaing dan hasrat kuat untuk maju dalam karir, sehingga keramahtamahan masa remaja diganti dengan persaingan dalam masyarakat dewasa.
f.         Masa dewasa dini sebagai masa komitmen
Setelah menjadi orang dewasa, individu akan mengalami perubahan, dimana mereka akan memiliki tanggung jawab sendiri dan memiliki komitmen-komitmen sendiri.
g.        Masa dewasa dini sering merupakan masa ketergantungan
Meskipun telah mencapai status dewasa, banyak individu yang masih tergantung pada orang-orang tertentu dalam jangka waktu yang berbeda-beda. Ketergantungan ini mungkin pada orang tua yang membiayai pendidikan.
h.        Masa dewasa dini sebagai masa perubahan nilai
Perubahan karena adanya pengalaman dan hubungan sosial yang lebih luas dan nilai-nilai itu dapat dilihat dri kacamata orang dewasa.Perubahan nilai ini disebabka karena beberapa alasan yaitu individu ingin diterima olh anggota kelompok orang dewasa, individu menyadari bahwa kebanyakan kelompok sosial berpedoman pada nilai-nilai konvensional dalam hal keyakinan dan perilaku.
i.          Masa dewasa dini masa penyesuaian diri dengan cara hidup baru.
Masa ini individu banyak mengalami perubahan dimana gaya hidup baru paling menonjol dibidang perkawinan dan peran orangtua.
j.          Masa dewasa dini sebagai masa kreatif
Orang yang dewasa tidak terikat lagi oleh ketentuan dan aturan orangtua maupun guru-gurunya sehingga terlebas dari belenggu ini dan bebas untuk berbuat apa yang mereka inginkan. Bentuk kreatifitas ini tergantung dengan minat dan kemampuan individual.
2.         Batasan Masa Dewasa Awal
Pada penelitian menyebutkan bahwa salah satu tugas perkembangan pada masa dewasa awal (18 – 40 tahun) adalah mencari pasangan hidup (Havighurst dalam Monks, 2001: 290), yang selanjutnya akan diteruskan pada proses membentuk dan membina keluarga. Pada akhir usia 20 tahun pemilihan  struktur hidup menjadi semakin penting. Pada usia natara 28-33 tahun pilihan struktur kehidupan ini menjadi lebih tetap dan stabil. Dalam fase kemantapan (33 – 40 tahun) orang dengan kematangannya mampu menemukan tempatnya dalam masyarakat dan berusaha untuk memajukan karier sebaik-baiknya. Pekerjaan dan kehidupan keluarga membentuk struktur peran yang memunculkan aspek-aspek kepribadian yang diperlukan dalam aspek tersebut (Levinson dalam Monks, 2001: 296 ). Lebih lengkapnya lagi mengenai batasan masa dewasa awal akan diuraikan pada bagian ini.
Secara hukum seseorang dikatakan dewasa bila ia sudah menginjak usia 21 tahun (meski belum menikah) atau sudah menikah (meskipun belum berusia 21 tahun). Di Indonesia batas kedewasaan adalah 21 tahun juga. Hal ini berarti bahwa pada usia itu seseorang sudah dianggap dewasa dan selanjutnya dianggap sudah mempunyai tanggung jawab terhadap perbuatan-perbuatannya ( Monks, 2001: 291). Dikatakan oleh Hurlock (1990) bahwa seseorang dikatakan dewasa bila telah memiliki kekuatan tubuh secara maksimal, siap berproduksi, dan telah dapat diharapkan memiliki kesiapan kognitif, afektif, dan psikomotor, serta dapat diharapkan memainkan peranannya bersama dengan individu-individu lain dalam masyarakat.
Setiap kebudayaan dapat membuat perbedaan usia seseorang dapat dikatakan dewasa secara resmi, yang pada umumnya didasarkan pada perubahan-perubahan fisik dan psikologik tertentu. Dalam hal ini Hurlock (1990: 246), membagi masa dewasa menjadi tiga periode, yaitu:

·           Masa Dewasa Awal(18 – 40 tahun)
Pada masa ini perubahan-perubahan yang nampak antara lain perubahan dalam hal penampilan, fungsi-fungsi tubuh, minat, sikap, serta tingkah laku social
·           Masa Dewasa Madya (40 – 60 tahun)
Pada masa ini kemampuan fisik dan psikologis seseorang terlihat mulai menurun.Usia dewasa madya merupakan usia transisi dari Adulthood ke masa tua. Transisi itu terjadi baik pada fungsi fisik maupun psikisnya.
·           Masa Dewasa Akhir (60 – Meninggal)
Pada masa dewasa lanjut, kemampuan fisik maupun psikologis mengalami penurunan yang sangat cepat, sehingga seringkali individu tergantung pada orang lain. Timbul rasa tidak aman karena faktor ekonomi yang menimbulkan perubahan pada pola hidupnya.
3.         Tugas Perkembangan Masa Dewasa Awal
Havighurst (Dalam Mappiare, 1983: 252) menyebutkan bahwa tugas-tugas perkembangan pada masa dewasa awal adalah sebagai berikut:
a.         Memilih teman bergaul (sebagai calon suami atau istri)
Pada umumnya, pada masa dewasa awal ini individu sudah mulai berpikir dan memilih pasangan yang cocok dengan dirinya, yang dapat mengerti pikiran dan perasaannya, untuk kemudian dilanjutkan dengan pernikahan (menjadi pasangan hidupnya)
b.        Belajar hidup bersama dengan suami istri
Masing-masing individu mulai menyesuaikan baik pendapat, keinginan, dan minat dengan pasangan hidupnya. Mulai hidup dalam keluarga atau hidup berkeluarga
c.         Mulai hidup dalam keluarga atau hidup berkeluarga
Dalam hal ini masing-masing individu sudah mulai mengabaikan keinginan atau hak-hak pribadi, yang menjadi kebutuhan atau kepentingan yang utama adalah keluarga
d.        Dituntut adanya kesamaan cara serta faham
Hal ini dilakukan agar anak tidak merasa bingung harus mengikuti cara ayah atau ibunya. Maka dalam hal ini pasangan suami istri harus menentukan bagaimana cara pola asuh dalam mendidik anak-anaknya.
e.         Mengelola rumah tangga
Dalam mengelola rumah tangga harus ada keterusterangan antara suami istri, hal ini untuk menghindari percekcokan dan konflik dalam rumah tangga.
f.         Mulai bekerja dalam suatu jabatan
Seseorang yang sudah memasuki masa dewasa awal dituntut untuk dapat memenuhi kebutuhannya sendiri, yaitu dengan jalan bekerja.Dalam pekerjaannya tersebut, individu dituntut untuk dapat menyesuaikan diri dengan lingkungannya.
g.        Mulai bertanggung jawab sebagai warga Negara secara layak
Seseorang yang dikatakan dewasa sudah berhak untuk menentukan cara hidupnya sendiri, termasuk dalam hal ini hak dan kewajibannya sebagai warga dari suatu Negara.
h.        Memperoleh kelompok sosial yang seriama dengan nilai-nilai atau fahamnya.
Setiap individu mempunyainilai-nilai dan faham yang berbeda satu sama lain. Pada masa ini seorang individuakan mulai mencari orang-orang atau kelompok yang mempunyai faham yang sama atau serupa dengan dirinya.
Penelitian secara spesifik memilih wanita bekerja dengan batasan usia 30 tahun ke atas sebagai subyek penelitian karena pada usia tersebut terdapat peningkatan tekanan untuk menikah dan menetap (Santrock, 2004: 123). Usia 30 tahun merupakan masa dimana banyak orang dewasa yang masih lajang membuat keputusan setelah  melalui pertimbangan yang matang untuk menikah  atau tetap melajang (Santrock,2004: 123). Jika seorang wanita ingin mengalami fase menjadi seorang ibu dan mengasuh anak dia akan merasa mulai dikejar waktu ketika mencapai usia 30 tahun. Seperti yang kita ketahui, secara medis kehamilan pada wanita berusia diatas 30 tahun mempunyai banyak sekali resiko. Dan semakin lanjut usia seorang wanita pada waktu hamil semakin meningkat probabilitas terjadinya “bahaya” pada sang jabang bayi nantinya.
Santrock (2004) dalam bukunya mengutip komentar seseorang laki-laki berusia 30 tahun.Dia mengatakan, “Hal ini adalah kenyataan. Kita memang seharusnya sudah menikah ketika mencapai usia 30, ini merupakan standart di masyarakat. Hal ini merupakan bagian dari hidup, dimana kita harus melakukan apa yang harus kita lakukan menurut standart umum (dalam bahasa ilmiah kita menyebutnya sebagai tugas perkembangan). Kita mulai mempunyai karier dan mempertanyakan siap sebenarnya diri kita pada waktu kita berusia dua puluhan. Pada usia tiga puluhan, seorang individu harus melanjutkannya dengan tugas lain. Agar tetap dianggap berada di jalur, pada usia ini kita harus mulai membuat rencana masa depan, mapan secara financial, dan mulai membentuk keluarga. Tetapi dalam jangka waktu 30 tahun ke depan selanjutnya, menikah menjadi kurang penting dibandingkan membeli rumah atau property lain (Santrock, 2004: 122).
Bagi seorang perempuan yang belum menikah, usia 30an adalah usia kritis dan banyak pilihan seperti di persimpangan jalam. Bila diamati stress lebih sering dialami seorang wanita ketika menginjak usia ini. Sebagian perempuan, malah semakin berkurang keinginannya menikah ketika melewati batas usia 30an, karena mereka semakin pesimis menggapai keinginan mereka yang satu ini. Meski demikian mereka, apalagi perempuan metropolis, masih memiliki keinginan-keinginan yang akhirnya membawa mereka mencari kesibukan lain dalam mengisi masa kesendiriannya (Amanah, Edisi Agustus 2002: 12).



























BAB IV
PENUTUP

A.      Simpulan
Adaptasi adalah penyesuaian diri terhadap suatu penilaian.Dalam hal ini respon individu terhadap suatu perubahan yang ada dilingkungan yang dapat mempengaruhi keutuhan tubuh baik secara fisiologis maupun psikologis dalam perilaku adaptip. Hasil dari perilaku ini dapat berupa usaha untuk mempertahankan keseimbangan dari suatu keadaan agar dapat kembali pada keadaan normal, namun setiap orang akan berbeda dalam perilaku adaptip ada yang dapat berjalan dengan cepat namun ada pula yang memerlukan waktu lama tergantung dari kematangan mental orang itu tersebut.

B.       Saran
Diharapkan dapat memberikan pengetahuan terhadap pembacanya
DAFTAR PUSTAKA

http://widantivirgian.wordpress.com/2013/03/29/konsep-keperawatan-keluarga/
Hurlock, E. B. (1994). PsikologiPerkembangan, SuatuPendekatanSepanjangRentangKehidupan. Jakarta